Wednesday, March 26, 2008

Refleksi Prie GS 25/03/08

Suatu Hari Ketika Ayat Ayat Cinta Ngetop Sekali (2)


Ayat Ayat Cinta yang ngetop, saya yang ikut repot, tepatnya sewot. Kesewotan itulah yang hendak saya ceritakan di tulisan ini seri pertama. Semua ini gara-gara saya mengenal dekat siapa penulisnya, Habiburrahman El Shirazy. Pertemanan kami sudah seperti saudara dan kami malah sedang merintis mendirikan pesantren bersama. Komentar pendek saya ada di dalam novelnya, dan pengantar panjang Kang Habib ada di novel terbaru saya : Ipung! Saya pasti bangga atas kedermawanan ini dan terbukti ia membawa banyak keberuntungan. Seorang pembaca mengirim SMS kepada saya yang intinya; ‘’saya membeli novel Ipung karena ada komentar Habiburrahman di dalamnya’’. Mestinya saya tersinggung. Tetapi sepanjang novel saya dibeli ya sudah, saya rela saja. Saya tidak menghargai ketersingungan ini terlalu tinggi sepanjang novel saya jadi laku karenanya.

Tetapi kedekatan dengan Habib itu ternyata tidak cuma mendatangkan keberuntungan melainkan juga kejengkelan. Lumayan jika ia mengirim SMS dengan pujian untuk Habib sambil membeli buku saya. Pengirim SMS dan penelpon berikutnya adalah daftar yang sama sekali sepihak: ia melulu hanya untuk Habib dan saya sekadar tempat lewat belaka.

‘’Anda kenal Kang Abik, tolong sampaikan kritik sekaligus pujian saya’’ bunyi SMS satu.
‘’Tolong saya minta HP-nya’’ pinta yang lainnya.
‘’Saya ingin wawancara, bisa minta alamatnya?’’ bujuk yang lain lagi!
‘’Saya dari TV anu, ingin mengulas panjang lebar Aya-ayat Cinta. Kami baca di milis, ada nama Anda sebagai sahabatnya. Bisa Bantu saya?’’ pinta yang lainnya lagi.
‘’Kalau ngundang Kang Abik berapa honornya. Apa Anda bisa jadi perantara?’’
‘’Tolong ulangi kirim nomor yang tadi. Ketikan Anda tampaknya kurang satu digit!’’
‘’Saya kecewa dengan film Ayat-Ayat Cinta. Tak sebagus novelnya. Tolong sampaikan pengarangnya!’’
‘’Hallo Mas Prie GS, apa kabar? Saya produser non drama TV anu di Jakarta,’’ sapa seorang penelpon di ujung sana. Kebetulan inilah TV yang memiliki banyak hutang kesanggupan pada saya. Wajar jika saya berpikir, ooo inilah waktunya TV ini melunasi hutang-hutangnya yang lama. Benarkah? Tidak. Karena inilah kalimat berikutnya:
‘’Saya setengah mati mencari nomor penulis Ayat Ayat Cinta. Nomor yang saya punya tak bisa dihubungi. Saya pikir Andalah orang yang tepat membantu saya,’’ katanya. Hahaha… sialan!

Itulah sebagian SMS dan telepon yang masuk ke HP saya. Anda tahu, saya juga penulis. Anda tahu tak ada penulis yang tidak ingin sukses. Punya buku laris, kemudian difilmkan dan meledak pula. Maka bisa Anda bayangkan betapa seluruh telepon dan SMS itu pasti tak lebih cuma mengundang kecemburuan saya belaka. Betapapun saya dan Kang Abik itu sudah seperti saudara, tetapi tak ada jaminan
bahwa saya sudah terbebas dari rasa iri atas keberhasilannya. Apalagi menyangkut soal kesuksesan, seragam belaka reaksi manusa kepadanya. Tak peduli orang dekat atau orang jauh, sukses dan kebahagiaan rawan memancing kecemburuan. Saya pasti bukan perkecualian. Kepada siapa saja yang jauh lebih sukses, saya menyampaian iri hati saya secara terbuka.

Saya tidak malu punya penyakit iri , asal ia tidak berkembang menjadi jahat, itu saja. Maka saya gembira sekali ketika meskipun iri, saya tetap memutuskan melayani para penelpon dan pengirim SMS ini sekuat yang saya bisa. Ada perasaan gembira ketika saya sanggup melakukannya. Semakin berat sebuah tekanan, ternyata semakin memunculkan perasaan berharga ketika saya sanggup mengatasinya. Maka jika ada jenis iri hati yang mendatangkan kegembiraan, saya jadi siap iri berkali-kali.

--Prie GS

No comments: